Haruskah menyerah? Setelah kita berikrar bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, maka kata menyerah merupakan sebuah kekeliruan besar yang mengantar kita pada sebuah titik terendah kemanusiaan. Kesombongan, apapun ukuran dan dimensinya harus enyah dari garis berfikir, bersosialisasi, berpolitik apalagi dalam keberagamaan kita. Sekali kita berteriak untuk menghancurkan kesombongan yang bersumber dari arus pemikiran setan ini, maka selamanya tidak ada kata henti untuk terus menyudutkannya sehingga ia tereliminasi dari kehidupan kita.
14 March 2015
Kesombongan Setan
Dunia dengan segala topik dan permasalahan yang muncul di dalamnya hingga kini masih terkoyak oleh kebijakan semu yang bersumber dari arus lain yang justru berseberangan dengan kemurnian ruh manusia diciptakan. Dengan kata lain manusia pada dimensi yang paling normal perilaku kebijakannya hingga kini tetap mengedepankan absurditas nilai yang terkontaminasikan oleh apa yang kita asumsikan sebagai debu atau kerangka rapuh, yang pada core-nya terletak banyak sisi yang bersinggungan dengan sebuah hakikat yang hendak kita bangun dan tanamkan kepada generasi umat masa depan. Itulah kesombongan. Kerangka rapuh kesombongan itu tak ubahnya debu diterpa angin. Sangat lemah dan tak memiliki pertahanan diri. Memang tidak semudah membalik dua telapak tangan untuk mewujudkan ruh dengan dimensi baru vang selaras dengan fatwa-fatwa samawi. Di perjalanan waktu menghadanglah kekuatan rapuh itu dalam bentuk sindrom yang menakutkan. Sehingga tak jarang kita temukan dalam keseharian sebuah kenyataan pahit bahwa kelemahan dan kerapuhan itu tervisualkan dalam kekuatan yang justru dengan seenaknya melibas kesucian sebuah cita-cita besar yang notabene menjadi sumber kebesaran hidup manusia di jagad raya ini.
Haruskah menyerah? Setelah kita berikrar bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, maka kata menyerah merupakan sebuah kekeliruan besar yang mengantar kita pada sebuah titik terendah kemanusiaan. Kesombongan, apapun ukuran dan dimensinya harus enyah dari garis berfikir, bersosialisasi, berpolitik apalagi dalam keberagamaan kita. Sekali kita berteriak untuk menghancurkan kesombongan yang bersumber dari arus pemikiran setan ini, maka selamanya tidak ada kata henti untuk terus menyudutkannya sehingga ia tereliminasi dari kehidupan kita.
Haruskah menyerah? Setelah kita berikrar bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, maka kata menyerah merupakan sebuah kekeliruan besar yang mengantar kita pada sebuah titik terendah kemanusiaan. Kesombongan, apapun ukuran dan dimensinya harus enyah dari garis berfikir, bersosialisasi, berpolitik apalagi dalam keberagamaan kita. Sekali kita berteriak untuk menghancurkan kesombongan yang bersumber dari arus pemikiran setan ini, maka selamanya tidak ada kata henti untuk terus menyudutkannya sehingga ia tereliminasi dari kehidupan kita.
0 comments:
Post a Comment